Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas putusan atau vonis Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap lima terdakwa kasus mafia minyak goreng, yakni dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
“Adapun upaya hukum banding diajukan karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat terutama kerugian yang diderita masyarakat yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (31/1/2023).
Baca Juga
Pada Rabu 4 Januari 2023 lalu telah dibacakan putusan oleh Majelis Hakim terhadap para terdakwa. Pertama, terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen PLN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) divonis dengan pidana penjara 3 tahun dikurangi selama masa tahanan, dan denda Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Advertisement
Kedua, terdakwa Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia divonis pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi selama masa tahanan, serta denda Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Ketiga, terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei selaku Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, divonis pidana penjara selama 1 tahun dikurangi selama masa tahanan, dan denda Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Keempat, terdakwa Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas divonis pidana penjara selama 1 tahun dikurangi selama masa tahanan, dan denda sebesar Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Kelima, terdakwa Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari divonis pidana penjara selama 1 tahun dikurangi selama masa tahanan dan denda sebesar Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertimbangkan adanya pemberatan hukuman mati sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya atau mafia minyak goreng.
Hal itu disampaikan, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah ketika disinggung soal kemungkinan pemberatan hukuman mati mengingat kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO ini telah memicu kelangkaan minyak goreng di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19.
"Saya rasa pemberatan ini (hukuman mati) akan menjadi bahan pertimbangan bagi kita semua," ujar Febrie saat jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2022).
Pertimbangkan Pemberatan Hukuman
Febrie mengatakan, Kejagung bakal mempertimbangkan faktor pemberatan hukuman mengingat pihaknya tengah berkonsentrasi mengawal kebijakan-kebijakan strategis pembangunan yang disiapkan pemerintah.
"Ini juga penting bagi kelangsungan pembangunan bangsa itu menjadi yang harus kita garis bawahi. Ini pasti akan kita lakukan penindakan tegas. Sekali lagi akan dilakukan penindakan tegas," ujarnya.
"Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang seperti disampaikan Pak Jaksa Agung," ujarnya.
Adapun Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berbunyi, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Termasuk, Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.
Dan ketentuan Bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo Bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02 DAGLU per 1 2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO.
"Yaitu ada beberapa ketentuan-ketentuan perdagangan yang telah disebut itu adalah sebagian ketentuan-ketentuan yang dijadikan dasar oleh penyidik sebagai perbuatan melawan hukumnya. Tapi tetap kami sangkakan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor," ucap Febrie.
Advertisement